Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2008

Kasus pajak Umum: Kesalahan penulisan kode MAP

Pada kasus dimana terdapat kesalahan penulisan kode MAP pada Surat setoran Pajak (SSP) baik untuk Kode jenis pajak maupun Kode jens setoran, baik karena tidak sengaja, kelebihan pembayaran maupun akibat perubahan jenis pembayaran, maka WP bisa mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada KPP domisili dengan syarat : 1. Surat permohonan Pemindahbukuan dlm surat permohonan harus mencantumkan kode jenis pajak/jenis setoran yang keliru, dan kode jenis pajak/jenis setoran yang seharusnya. 2. Asli SSP

Kasus BPHTB: Salah pengisian NOP

Nomor Objek pajak PBB merupakan nomor unik yang berbeda antara bidang tanah yang satu dengan yang lain. Untuk menjaga keunikannya, DJP telah mengembangkan berbagai program antara lain program pemetaan SIG (System Informasi geografis). dalam hal terdapat kesalahan dalam pengisisan NOP dalam SSB BPHTB dan terlanjur di bayar di bank, maka sistem MPN akan memasukkan pembayaran tsb ke dalam rekening NOP yang keliru tersebut. dengan adanya kewajiban validasi SSB BPHTB ke Kantor Pajak, maka kesalahan seperti ini akan sangat jelas terlihat.

Kasus BPHTB: Perolehan Hak

PT X mendaftarkan permohonan hak atas perolehan hak sebagai kelanjutan dari pelepasan hak atas beberapa bidang tanah. atas perolehan hak tersebut, PT X terhutang BPHTB dengan NPOPTKP dikenakan satu kali. dlm kasus ini, pelepasan hak meskipun berasal dari beberapa bidang tanah/beberapa orang. namun karena sebagai akibat dari pelepasan hak ini, tanah-tanah tsb kembali menjadi tanah negara, maka perolehan hak baru atas tanah ini dianggap terjadi atas satu bidang tanah saja yakni berasal dari tanah negara (SE Dirjen pajak nomor SE-22/PJ.6/2000 tanggal 25 Mei 2000)

Kasus BPHTB: Pembatalan jual beli

A telah membayar SSB BPHTB atas transaksi jual beli sebidang tanah. karena suatu hal penjual membatalkan kesepakatan jual beli, ( sebelum akta dibua t) . atas pembatalan tsb, A dapat meminta kembali (restitusi) uang yang telah terlanjur di setorkan tsb kepada Kantor pelayanan Pajak setempat. syarat pengajuan restitusi : 1. Surat Pengajuan permohonan Restitusi 2. Fotocopy KTP/KK 3. Fotocopy SPPT PBB berikut pelunasannya (STTS) 4. Asli SSB BPHTB yang dimintakan restitusi 5. Keterangan dari Notaris/PPAT dalam banyak kasus, KPP selalu meminta nomor rekening dari pemohon karena restitusi biasanya hanya dilayani melalui transfer Bank. Tambahan dari mas Iman Prasetyo Apabila Akte sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan notaris, maka SSB yang telah dibayar TIDAK DAPAT DI RESTITUSI Coba Saudara Pelajari: 1. Penjelasan pasal 21 UU BPHTB 2. S-471/PJ.331/2000 tanggal 27 Oktober 2000, mungkin itu dapat ditambahkan pada artikel saudara DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Kasus BPHTB: BPHTB belum dibayar

Untuk Cara perhitungan BPHTB, silakan ikuti link berikut : Dasar-dasar Perhitungan BPHTB SSB BPHTB harus di bayar sebelum Akta ditanda tangani.  Namun dalam beberapa kasus ada SSB BPHTB yang belum di bayar bahkan hingga saat akan didaftarkan ke BPN. Dalam kasus ini, atas diri penerima hak hanya terkena sanksi denda, sedangkan sanksi terberat ada pada PPAT yang membuat Akta. Untuk penerima hak, atas pembuatan akta tsb terutang BPHTB sebesar BPHTB terutang ditambah denda 2 % perbulan dihitung dari tanggal pembuatan akta sampai tanggal pembayaran. Untuk PPAT, terkena sanksi administrasi sebesar Rp. 7.500.000,- per Akta.

kasus BPHTB: hak baru yg diatasnya ada bangunan

dalam hal peristiwa perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemberian hak baru di luar pelepasan hak yang di atasnya terdapat bangunan, maka: 1. apabila bangunan tsb telah didirikan/dimiliki oleh penerima hak sebelum UU BPHTB diberlakukan (1 Juli 1998), maka atas perolehan tsb hanya terutang bPHTB atas tanah saja. 2. dalam hal bangunan tsb telah didirikan/dimiliki oleh penerima hak setelah UU BPHTB diberlakukan (1 Juli 1998, maka atas perolehan hak tersebut terutang BPHTB atas tanah dan bangunan. (SE 10/PJ.6/1999) Pembuktian bahwa bangunan sebagaimana tersebut di atas didirikan / dimiliki oleh penerima hak sebelum atau sesudah UU BPHTB diberlakukan antara lain dengan : a. Surat Ijin Mendirikan bangunan/Pemutihan ijin Membangun, atau b. Surat keterangan lainnya, dan c. Kondisi fisik bangunan dalam banyak kasus, Kantor Pajak biasanya mendasarkan pemeriksaan bangunan pada IMB dan kondisi fisik bangunan. Yang dimaksud Pemberian Hak di Luar pelepasan Hak adalah pemberian hak dal

kasus BPHTB: pembagian hak atas warisan

Untuk Perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) silakan ikuti link berikut : Dasar-dasar Perhitungan BPHTB kasus: terdapat sebuah warisan seluas 900 m2 dengan 3 ahli waris dimana A mendapat 400m2, B 300M2, dan C 200M2. maka pengenaan perpajakannya adalah sebagai berikut: 1. buat SSB BPHTB waris atas nama seluruh ahli waris (cs) atas keseluruhan warisan (900 M2) 2. buat SSB atas APHB (akta pembagian Hak Bersama) dengan perhitungan sbb: a. sesuai dengan BPHTB waris maka tiap ahli waris berhak atas warisan seluas 300M2 (900/3, sehingga APHB yang terkena BPHTB adalah: untuk A = 400-300 = 100 M2, B = 300 - 300 = 0, C = 200 -300 = 0 (nihil). sehingga BPHTB untuk A adalah ((100 M2 X NJOP)- NPOPTKP )X 5%. dalam kasus ini, A dipersamakan dengan kasus A menerima hibah dari C tambahan dari mas Iman Prasetyo Pada Point 2 atas pembagian HAK BERSAMA, Yang perlu diperhatikan adalah: Sepanjang pembagian diatas sesuai dengan: a. Surat Keterangan Waris;atau b.

kasus BPHTB: hibah dari suami ke istri

Untuk Cara perhitnugan BPHTB silakan ikuti link berikut : dasar Perhitungan BPHTB Dalam suatu peristiwa hukum pengalihan hak dari suami ke istri atau sebaliknya melalui proses hibah, maka kewajiban perpajakannya adalah sebagai berikut: 1. sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UU no 20 th 2000 ttg BPHTB, berikut PERMENKEU no 105/PMK.03/2005 tentang Perubahan atas KepMenkeu No 561/KMK.03/2004 tentang pemberian pengurangan BPHTB tidak diatur mengenai hibah selain dari hibah sedarah dalam satu garis lurus ke atas atau ke bawah. sehingga atas hibah dari suami ke istri atau sebaliknya, tidak mendapatkan pengurangan thd BPHTB terutang. 2. dalam hal hibah tsb memiliki nilai NPOPTKP sama atau lebih dari 60 juta, maka atas peristiwa hibah tsb juga terhutang PPh Final sebesar 5% dari NPOP

BPHTB atas waris dan hibah wasiat

Untuk cara perhitungan BPHTB silakan ikuti link berikut : Dasar-dasar perhitungan BPHTB Berkaitan dengan waris dan hibah wasiat, sesuai dengan pasal 3 UU no 20 tahun 2000, pengenan pajak waris dan hibah wasiat diatur dengan Peraturan pemerintah (PP). PP yang berlaku saat ini adalah PP no 111 tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena Waris dan Hibah Wasiat. Pokok-pokok aturan dalam PP tsb a.l adalah : Pasal 2 : BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena Waris dan Hibah Wasiat adalah sebesar 50 % dari BPHTB yang seharusnya terutang. Pasal 3 : Saat terutang pajak, sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. penjelasan : atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat, BPHTB terutang adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang. pengurang 50% ini bersifat "otomatis', dalam artian atas pengurangan tersebut tidak memerlukan permohonan pengurangan kepada KPP setempat sebagaimana pengurangan terhadap hi

DASAR-DASAR PERHITUNGAN BPHTB

BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif a t a u bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan : BPHTB = ( NJOP - NPOPTKP ) x Tarif Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP adalah NPOP – NPOPTKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya adalah NJOP PBB. Untuk contoh perhitungan silakan klik link berikut Kasus waris dan hibah kasus  Hibah ke suami/istri kasus belum bayar BPHTB Kasus hak baru dengan bangunan sendiri kasus Jual Beli batal Kasus salah pengisian NOP Kasus Perolehan Hak Restitusi BPHTB Pengurangan BPHTB

PENGANTAR BPHTB

Bea perolehan hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB) merupakan jenis pajak yang dipungut atas terjadinya peristiwa hukum berupa pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Prinsip-prinsip dasar yang dianut UU BPHTB: 1. menyetorkan pajak terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak/PBB; 2. Tarif ditetapkan sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak kena pajak (NPOPKP); 3. Dikenakan sanksi kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat- pejabat umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau tidak melaksanakan kewajiban; 4. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada daerah dengan komposisi 80% untuk Daerah dan 20% untuk Pusat; 5. Tidak diperkenankannya ada pungutan lain atas pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sejak Undang- Undang BPHTB berlaku. Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau .bangunan yang meliputi : a. Pemindahan hak karena : 1). Jual Beli ; 2). Tukar Menukar ; 3). Hibah ;

SEJARAH BPHTB

Pada masa lalu diberlakukan pungutan dengan nama Bea Balik Nama (BBN) berdasarkan Staatsblad 1924 Nomor 291, dikenakan terhadap: 1. setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia; termasuk: 2. peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia Pada tahun 1960 diberlakukan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang tidak lagi mengakui hak-hak kebendaan sebagaimana diatur dalam Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27. Sejalan dengan diberlakukannya UU Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi.Terjadinya ketidak-adilan mengingat peralihan harta gerak seperti kendaraan bermotor dikenakan bea balik nama. Sebagai pengganti Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah, diberlakukan lagi pungutan pajak atas pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dengan nama BPHTB