Langsung ke konten utama

Pokok-pokok perubahan UU PPh

Pokok-pokok perubahan UU PPh


1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
a. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.
b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.

Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
c. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.
d. Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.
e. Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.
f. Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesia karena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.
2. Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.
4. Penerapan tarif pemotongan/pemungut an PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
5. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
a. Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial
b. Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
6. Pengecualian dari objek PPh
a. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b. Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c. Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak
7. Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak. Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.
8. Peraturan perpajakan untuk industri pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah, diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Cara Membayar pajak?

CARA MEMBAYAR PAJAK Mau bayar pajak, tapi bingung bagaimana caranya? Jangan salah, Pajak tidak dibayar di kantor pajak, apalagi membayar ke orang pajak. Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan di bank persepsi dan kantor pos. Meskipun begitu, Saat ini pajak bisa dibayar dengan banyak keleluasaan seperti melalui teller langsung, atm maupun via internet banking. Yang pertama harus anda lakukan adalah memastikan dulu pajak apa yang akan anda bayar .  Untuk pembayaran pajak, terdapat  Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran menyesuaikan dengan pajak apa yang akan anda bayar.  Untuk rinciannnya silakan Lihat Disini atau disini .   Sedangkan uraian pembayaran silakan diisi dengan penjelasan ringkas tentang apa yang a nda bayar misal, PPh Final jual beli tanah Jl Batu no 5 malang, dll Yang disebut Masa Pajak adalah bulan, sedangkan  Tahun Pajak adalah tahun pajak tersebut terhutang. Yang kedua adalah membuat kode billing Kode b...

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2018

Untuk menghitung pajak, maka penghasilan netto terlebih dahulu dikurangi dengan PTKP Berapakah PTKP di tahun 2018, berikut adalah tabel nilainya TK/.. adalah Tidak kawin K/  ..  adalah Kawin K/I/..  adalah Kawin dengan istri yang penghasilannya digabung dengan suami Angka di belakang menunjukkan jumlah tanggungan paling banyak 3 orang. Misal Pak Agus Adalah kepala keluarga dengan 2 orang anak maka PTKPnya adalah K/2 yakni sebesar Rp. 67.500.000,-

Kasus BPHTB: Pembatalan jual beli

A telah membayar SSB BPHTB atas transaksi jual beli sebidang tanah. karena suatu hal penjual membatalkan kesepakatan jual beli, ( sebelum akta dibua t) . atas pembatalan tsb, A dapat meminta kembali (restitusi) uang yang telah terlanjur di setorkan tsb kepada Kantor pelayanan Pajak setempat. syarat pengajuan restitusi : 1. Surat Pengajuan permohonan Restitusi 2. Fotocopy KTP/KK 3. Fotocopy SPPT PBB berikut pelunasannya (STTS) 4. Asli SSB BPHTB yang dimintakan restitusi 5. Keterangan dari Notaris/PPAT dalam banyak kasus, KPP selalu meminta nomor rekening dari pemohon karena restitusi biasanya hanya dilayani melalui transfer Bank. Tambahan dari mas Iman Prasetyo Apabila Akte sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan notaris, maka SSB yang telah dibayar TIDAK DAPAT DI RESTITUSI Coba Saudara Pelajari: 1. Penjelasan pasal 21 UU BPHTB 2. S-471/PJ.331/2000 tanggal 27 Oktober 2000, mungkin itu dapat ditambahkan pada artikel saudara DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ...